Rumah Kemerdekaan

                "Merdeka. Aku belum terlalu mengerti arti kata ini".

Semenjak kecil, jarang sekali aku merayakan hari kemerdekaan.  Mungkin,  karena letak geografis dan kondisi masyarakat  sekitar rumah.  Seingatku, beberapa kali kami pindah rumah. Rumah pertama, berada di gang kecil. Saat itu aku masih terlampau kecil, memori yang diingat hanya sedikit. Kalau tak salah, tak ada perayaan kemerdekaan. Rumah kedua, terletak dipinggir jalan. Rumah ini banyak ular, pernah suatu ketika ular kobra sedang nongkrong di tempat tidur Ibu, menyeramkan. Disini tak ada pemuda yang berinisiatif untuk merayakan hari kemerdekaan. Kau tau, rumah dipinggir jalan seperti apa, mereka membatasi rumah mereka dengan pagar menjulang tinggi.  Hampir tak ada interaksi.

Rumah ketiga, kami baru merasakan arti bertetangga disini. Tetangga yang ramah, aku sering sekali bermain dengan tetangga disini, sebelumnya jarang. Di Rumah ini pula, kami merasakan perayaan kemerdekaan. Pemuda-pemudinya sangat aktif, mereka mengadakan banyak perlombaan. Ya, kau tau kan? Hari kemerdekaan sama dengan hari perlombaan. Kami (keluarga) sangat bersemangat  menyambut hari itu. Saking bersemangatnya adikku rela mengorbankan dirinya untuk mencicipi tinta dan terigu.  Aku tak begitu senang, dengan sesuatu yang berbau petualangan. Aku memilih di Rumah bersama Ibu, menemani nenek yang sedang sakit. Ternyata, hari itu 17 agustus adalah hari dimana nenek menghembuskan nafas terakhirnya. Semua rasa bercampur, antara bingung, sedih dan panik. Hari itu sepi sekali, semua orang pergi ke lapangan. Tak ada orang yang memastikan benarkah nenek telah tiada. Akhirnya, kutemukan  seseorang bapak yang sedang menimba di sumur. Tangis pun pecah, Ibu menangis sejadi-jadinya. Aku berlari keluar sambil menangis menuju lapangan. Aku memanggil adik, kakak dan sepupu, tak kuat. Hanya terus menangis, dan berkata “itu-itu”. Sedihnya. Kami tak terlalu lama tinggal di rumah besar itu.

Akhirnya kami pindah ke rumah yang kini menjadi tempat tinggalku. Letaknya di pegunungan, rumahku berada di paling atas. Samping kanan-kiri tak ada tetangga, hanya ada kandang ayam yang luas dan hamparan kebun.  Tenang, tak terlalu kampung, tetangganya ada di bawah.  Belum terbayang? Yaa, begitulah. Rumah kami jauh kemana-mana. Tak ada angkot, yang ada hanya ojeg.  Kami jarang bermain dengan tetangga, aku hanya bermain dengan saudara-saudara. Meski hanya lingkar keluarga saja, kami sangat kreatif dalam bermain. Seingatku, saking dalamnya kampungku. Saat perayaan tak ada sedikit pun hiasan bendera merah putih di jalan. Tak ada perayaankemerdekaan seperti tempat tinggal kami sebelumnya. Tak ada panjat pinang , balap karung, bakiak,  dan lain-lain. Yang ada sepi seperti biasa. Kami rindu suasana perayaan seperti itu.

Akhirnya , Kakakku memiliki ide untuk merancang suatu acara. Kakakku hanya berbeda 2 tahun denganku, kami masih kecil waktu itu sekitar 10 tahun lah. Tapi hebatnya, kami EO yang handal. hehe.  Kami merancang sebuah acara perayaan sekaligus kumpul keluarga memperingati meninggalnya mendiang nenek. Semua berkumpul dan berdo’a. Setelah berdo’a, kami berlomba. Makan kerupuk, balap karung dan yang lainnya.  Sebelumnya, kami telah mencari dana pada bibi dan amang untuk hadiahnya. Jadi semua bertambah bersemangat mengikuti lomba karena ada hadiah. Baik panitia dan perserta semua ikut. Perayaan kemerdekaan keluarga sepertinya.  Hari itu sangat berkesan. Hanya satu kali, dan tak ada lagi.

Semakin dewasa, aku   berpikir-pikir lagi tentang arti kemerdekaan sesungguhnya. Hampir seluruh rakyat Indonesia, mungkin merayakannya. Entah dengan alasan apapun, lebih banyak mungkin karena seru-seruan saja. Ada pula yang benar-benar karena cinta indonesia. Nasionalisme, katanya. Merayakan  hari kemerdekaan untuk mengenang jasa-jasa para pahlawan yang telah mengusir penjajah atas negeri ini. Ya, kau tau kan tentang sejarah kemerdekaan. Bagaimana perjuangan dan pengorbanan para pahlawan kita?
Mungkin iya, kita telah merdeka dari penjajahan secara fisik.  Penjajah sudah angkat kaki dari negeri kita ini. Tak mengurangi hormatnya kita pada para pahlawan, nyatanya kita masih terjajah. Penjajahan modern. Kita masih dijajah oleh barat, karena sistem yang diterapkan di negeri ini masihlah sistem ala barat. Penjajahan ekonomi lewat pasar bebas, kebebasan penanaman  modal asing. Penjajahan politik lewat demokrasi, penguasa dikontrol barat. Perampokan kekayaan alam lewat kebijakan UU yang di legalkan. Barat dengan halusnya masih mengeruk kekayaan alam negeri ini.  Lihatlah freeport, blok cepuk, Exxon Mobil Oil, Caltex, Newmount, dan lain-lai . Kemiskinan masih meraja lela. Kriminalitas bertambah tinggi. Korupsi kian menjadi.  Sungguh negeri ini belum merdeka seutuhnya. Orang sering berbicara tentang mending atau setidaknya. Ya, setidaknya kita sudah terbebas dari penjajahan fisik, katanya.  Tapi bukankah Merdeka artinya bebas dan berdiri sendiri?  Bukan setidaknya yang kita inginkan tapi kemerdekaan sesungguhnya. Kemerdekaan yang mengakar. 

Kau, aku dan mereka kini harus lebih membuka mata. Berpikirlah tentang negeri ini, jangan merasa cukup. Merdeka yang kita inginkan tentu bukan merdeka secara individu. Tapi secara nyata semua merasakan kemerdekaan. Semua yang terjadi di negeri ini, carut marutnya negeri ini terjadi karena masih diterapkannya sistem ala barat yang menipu dan mencengkram bangsa. Ada yang bilang, semua yang terjadi karena demokrasi ala barat ini belum diterapkan secara baik saja. Jadi solusinya harus memperbaiki sistem ini. Hey.. hey.. demokrasi memang tak akan menciptakan kemerdekaan dan kesejahteraan sampai kapanpun. Buktinya, tak ada satupun contoh negara yang ideal dan baik dalam menerapkan sistem ini. Barat sendiri, pencetusnya tak bisa memberikan contoh yang baik. Barat sedang diujung tanduk sekarang, krisis ekonomi !. Sungguh demokrasi hanya teori semata. Adapula yang bilang, yaa.. namanya sistem manusia yang dibikin pasti ada kekurangan dan kelebihan, kita patut menghargai atas kerja keras sistem ini karena tak mudah menjadi pengatur atas negeri ini. Nah, itu tahu.  Memang karena sistem ini buatan manusia jadi akan begini jadinya.  Maka mari berganti dengan sistem dari Allah SWT. Dengan penerapan sistem islam dalam sebuah institusi kemerdekaan hakiki itu akan ada.  Bebas dan tidak terikat kepada penghambaan manusia. Seseorang penulis menyatakan Kemerdekaan yang harus diperjuangkan  pada era modern ini adalah  kemerdekaan dari segala bentuk peribadatan kepada selain Allah SWT. 
                
Indonesia dan negeri kaum muslimin lainnya sungguh masih terjajah, maka dengan menegakkan syariah dan Khilafah penjajahan di dunia akan dihapuskan.  


Lagi-lagi, mengebu-gebu.  Merdeka atau mati? Aku tak tahu. Yang ku tahu masih saja belum merdeka. Maka kutekadkan untuk memperjuangkan kemerdekaan hakiki. Dengan berjuang menerapkan syariah dan khilafah di muka bumi.

Dari rumah ke rumah ku mencari arti kemerdekaan. Mungkin kau kan mengerti arti kemerdekaan hakiki dari tulisan sederhana ini. Semoga.


Komentar

  1. panjat tebing?panjat pinang kali teh haaa
    afwan ada kesalahan tanda baca-jeda ya beberapa kali?

    konten tulisannya jelas bagus :)

    hamasah!

    BalasHapus

Posting Komentar

ayo, kasih komentar..

Postingan populer dari blog ini

Aku Ingin Memeluk Tuhan

'Mobil Syetan' Sang Raja Jalanan

Dari Aktuaria Sampai Teori Darwin