K R L
Banyak pekerja kantoran jakarta yang tetap memilih tinggal di bogor dengan alasan biaya hidup di
jakarta mahal , sehingga setiap paginya kereta selalu menjadi pilihan utama
bagi para pekerja ini. Kondisi jakarta dan bogor yang selalu macet, membuat
orang malas untuk berkendara. Hari ini
kereta sudah mulai membaik, jika dulu kereta adalah tempat mengais rezeki.
Segala macam barang di jual di kereta. Tempat pengamen, segala macam jenis
musik ada. Mulai dari pengamen yang keren sampai pengamen yang kucel. Semua
‘jenis’ manusia pun ada di kereta. Setelah dilakukan beberapa kali penertiban,
hal itu tak ada lagi. Sampai pula pada kebijakan adanya gerbong khusus wanita.
Karena kerap kali wanita mengalami pelecehan di kereta. Terbayang, jika kereta benar-benar full dan
orang-orang berdesakan, bercampur wanita dan laki-laki. Serem sekali, kemulian
wanita dipertaruhkan disana. Memang fitrahnya wanita dan laki-laki itu
terpisah, akan ada kenyamanan dan ketertiban jika terjadi infisol (terpisah).
Harapannya tidak hanya di kereta tapi di semua aktivitas kehidupan. Dalam islam
begitu.
Kemarin, saya bersilaturahmi dengan sepupu di jakarta timur. Saya memilih
kereta dari pada naik bis. Bis ngetem
dan macetnya jalanan dapat membuat mood
menjadi jelek. Saya naik kereta pada jam
kerja, sekitar jam 7. Ternyata kereta sudah mulai agak penuh. Di gerbong
wanita, kursi sudah terisi penuh. Saya berdiri di pojok kanan dekat pintu
sambil bersandar pada dinding kereta.
Sambil mengisi waktu luang, saya membaca novel. Beberapa menit masih bisa baca,
tapi setelah berhenti di beberapa stasiun dan kereta mulai penuh. Saya sudah tak bisa membaca,
karena lahan membaca sudah tak ada.
Keriweuhan mulai terjadi, kereta benar-benar sudah terisi penuh. Padahal
baru citayam. Saya terjepit di antara ibu-ibu. Oalah.. untung tidak sesak
nafas. Beberapa stasiun lagi saya turun,lalu saya bertanya pada petugas
disamping saya. Kalau UI sebelah kiri atau kanan, ternyata turun di UI sebelah
kiri. Saya ada di pojok kanan dan kereta penuh sesak, tak bisa lewat. Semua
orang benar-benar bejubel disana, ditambah lagi orang terus masuk tapi sedikit
sekali yang keluar. Padahal sudah dijaga petugas dan dilarang masuk, tetap aja
banyak yang memaksa masuk. Penuh sekali dan padat. Tak bisa lewat. Dari pada
nanti saya tak bisa turun, saya memberanikan diri melewati lautan manusia itu. Meski tubuh kecil
saya yang menjadi korban, nyempil sana nyempil sini. Alhamdulillah terlewati
juga.
Sesekali kereta seperti tergoncang. Ibu-ibu berteriak”aaaaa” karena
merasa semakin terjepit dan terhimpit. Saat saya berada di tengah keterjepitan
itu, saya sempat berfikir. Ya ampun banyak banget nih orang. Kebayang kalau saat tergoncang tadi,
tiba-tiba pintunya terbuka. Tumpah ruahlah semua isinya. Segera beristigfar,
semoga itu tidak terjadi. Saya ada tepat depan pintu, jika hal itu terjadi maka
saya lah yang akan jatuh duluan. Kata ibu-ibu petugas, katanya pernah juga ada
kejadian tapi gak tahu tepatnya kapan. Lucunya, kemarin ada seseorang yang
seperti laki-laki memaksa masuk ke gerbong wanita yang sangat pengap. Ternyata,
sang ‘laki-laki’ itu adalah seorang perempuan. Ibu-ibu yang udah heboh duluan
meminta maaf pada ‘tersangka’. Tambahlah saya yakin, seorang wanita memang
sudah alamiahnya nyaman di gerbong wanita. Sekalipun berdesak-desakan tak apa
karena sesama wanita. Siapa yang mau coba kemulian wanita di permainkan begitu
saja. Semua wanita senang di jaga izah dan iffahnya. Seharusnya, hal ini
semakin menyadarkan pihak KRL untuk segera pula menambah gerbong wanita, lebih
baik lagi kereta full khusus wanita.
Banyak sisi sebenarnya yang bisa kita lihat dari fenomena ini. Semakin
banyak wanita yang butuh kereta karena alasan pekerjaan. Tuntutan kehidupan
menyebabkan wanita harus pergi keluar mencari nafkah. Ke Jakarta, gajinya
lumayan. Pulang pergi naik kereta, murah dan cepat. Jadilah kereta penuh dan bejubel. Semua rela
desak-desakan. Inilah namanya sistem, saling terintegrasi satu sama lain. Fenomena
kereta bisa diambil dari sudut mana pun. Dari pada panjang lebar, saya batasi.
Satu hal dalam islam wanita boleh bekerja, tapi jangan sampai menghilangkan
perannya sebagai ummu wa rabbatul bait ( ibu pengatur rumah tangga). Tapi
sekarang, wanita bekerja rela ke jakarta, naik kereta, berdesak-desakan. Semua
karena tuntutan kehidupan. Uang dari suami tak cukup, biaya hidup yang tinggi.
Negara kaya, tapi serba mahal. Aset negara di jual ke asing. Negara menuntut
rakyat agar mandiri, padahal tugas negara adalah mengurusi urusan rakyat. Perlahan-lahan negara semakin melepas perannya.
Dari kereta sampai negara.Hhh.. pembahasan yang panjang kali lebar. Ya,
memang dibutuhkan negara yang kuat, mandiri dan memiliki visi besarlah yang
akan mengatasi semua permasalahan yang ada. Negara Khilafah yang menerapkan
syariat islamlah, satu-satunya jalan agar kesejahteraan itu sepenuhnya ada.
Mungkin nanti, saat khilafah tegak. Khilafah akan menjamin transportasi agar
nyaman. Tak hanya tentang kereta mungkin colt, angkot, bus dan semuanya.
Kemacetan juga tak ada. Semakin rindu dengan tegaknya Khilafah. Semoga kita
bisa merasakan hidup dibawah naungan khilafah. Amin.
Semua orang sibuk dengan rutinitasnya, hilanglah kekritisan mereka dalam
memahami sesuatu. Ibu-ibu, bapak-bapak, dan para pekerja yang terbiasa naik
kereta mungkin akan sangat terbiasa dengan kondisi yang ada. Mereka akan
berkata tentang mending atau lebih baik ini dari kemarin. Karena sungguh,
mereka tak memiliki gambaran pembanding yang lain yakni Peradaban islam.
Peradaban islam yang berbanding terbalik dengan kondisi hari ini. Memang, hanya
butuh berfikir dan mengamati. Move on, mari menuju perubahan hakiki.
Berfikirlah, jangan terjebak dengan rutinitas. Semoga Bermanfaat :) Hati-hati tertinggal kereta.
Komentar
Posting Komentar
ayo, kasih komentar..