Pijar Impian

Kemarin di Sekolah, ada tugas untuk menulis kisah inspiratif tentang sekolah. Maka izinkan saya berbagi tulisan yang sederhana ini :) Aduhai menulis itu betulan sulitnya, apalagi ketika lama tak menulis. Jari jemari kaku tapi Alhamdulillah rampung juga tulisan ini dan mendapatkan hadiah hehe yang sebetulnya setiap guru juga dapat hadiahnya. Ada banyak sebetulnya yang ingin dituliskan tapi kapan-kapanlah ya diceritakan lagi. hehe


Sejak kecil saya bercita-cita untuk menjadi guru, bagi saya menakjubkan bisa membuat orang paham tentang suatu hal.  Matematika, pelajaran yang sering membuat murid ingin lari dari kenyataan. Ingat tidak plesetan nyanyian saat kita kecil ? matematika itu adalah ‘orang mati di Amerika’.   Ibarat kata, mati sajalah  jika kita bertemu matematika. Inilah persepsi yang terbangun pada sebagian besar dari kita, hal ini tertunning  sedari kecil. Namun, kabar bahagianya tidak semua memiliki trauma dengan matematika. Dibelahan dunia sana, masih ada orang yang senang dengan mata pelajaran ini  bahkan sejak kecil, ada banyak -ya walaupun masih sedikit dibandingkan dengan yang tidak suka. Dan salah satunya adalah saya. 
Guru matematika. Nah inilah cita-cita saya sedari kecil. Guru karena saya senang mengajar dan matematika karena saya suka matematika. Maka entah sejak kapan tepatnya saya betul-betul memantapkan diri untuk menjadi guru matematika. Cita-cita ini terus tertancap dalam diri, jika ditanya di masa depan mau jadi apa maka saya selalu menjawab guru matematika.
Waktu terus berlalu, saya menginjak SMA. Saya masih senang mengajar. Saya senang mengajarkan handau taulan yang belum paham matematika, bahkan basic matematika SD dan SMP –nya angat kurang. Senang bukan kepalang jika kawan yang diajari ternyata bisa paham dan tentu dapat nilai bagus. Saya semakin mantap, guru matematika betul-betul sudah bulat. Saya tuliskan Guru di buku mimpi saya, yang kini kalau dibuka lagi sudah sangat lusuh karena tersiram air.  Impian itu benar lusuh, cita-cita menjadi guru hampir pudar. Pasalnya, saya diterima di salah satu universitas yang sama sekali tak ada guru-gurunya. Kampus pertanian jurusan statistika. Lengkap sudah, seperti tak ada secercah harapan saya akan menjadi Guru maka cita-cita pun berganti mengazamkan diri untuk menjadi Dosen. Toh  sama-sama guru bukan? Gurunya mahasiswa.
Setiap kita tentu mempunyai rencana untuk menjalani kehidupan kedepan. Satu hal yang tak boleh lupa sehebat apapun rencana kita, pasti lebih hebat rencana Allah untuk kita. Setelah kuliah s1, saya berencana untuk kuliah lagi.  Empat tahun berlalu begitu cepat, ternyata Allah berikan kesempatan kepada saya untuk mengajar di SMAIT sebagai Guru Matematika.  Cita-cita saya yang terucap sejak kecil terwujud. Benarlah bahwa Allah mengabulkan do’a setiap hamba, satu persatu cita-cita saya mulai terrealisasi. Ini hebat!, pikir saya. Allah yang Maha Hebat !
Eng ing eng, menjadi guru ternyata bukanlah perkara mudah. Bukan seperti mengajar privat, atau ngasprak mahasiswa. Ini soal mendidik anak, bukan hanya soal akademik tapi soal tutur perilaku. Mengajarkan seuatu yang lain, lebih dari matematika. Dan hey! Mari saya ceritakan soal murid-murid yang saya ajari, mereka luar biasa. Mereka adalah murid-murid yang basic matematikanya lumayan kurang ,sangat tidak suka dengan matematika, dan jika belajar semangat mereka hampir tak ada.  Mereka adalah sebagian besar yang mungkin setuju dengan nyanyian matematika adalah orang mati di Amerika. Maka saat itu saya berpikir keras, bagaimana membuat mereka minimal ada kemauan untuk belajar, terinspirasi, senang, tergerakan untuk belajar, dan berusaha keras meski mereka tak bisa-bisa.
Ibu saya pernah bilang lebih sulit membangun motivasi belajar anak daripada ngajarin anak. Betul adanya kalau motivasi sudah tak ada, pikiran sudah mumet duluan dan sudah bikin barrier duluan maka apalah daya pelajaran matematika itu bisa jadi sia-sia. Siang itu, murid-murid sudah tak bisa diajak kompromi, mereka betul-betul mumet. Trigonometri menjadi santapan mereka siang itu, sudah tak bisa dijejali lagi. Saat itulah saya kepikiran soal kuis, saya membagi mereka kedalam beberapa kelompok. Kuis menebak nilaii sudut istimewa, kelompok yang kalah akan mendapat hukuman. Hukumannya adalah menceritakan tentang impian mereka dan cita-cita mereka. Kuis berjalan seru, mata mereka berbinar cerah taka da lagi yang menguap. Dan didapatilah kelompok yang kalah. Mereka maju ke depan dan sesuai kesepakatan mereka harus ceritakan impian mereka. Saya tersenyum bahagia mendengar impian mereka,
 “ ana ingin jadi disainer bu” katanya mantap,
“ Yang lain?”tanya saya
 “ Ana mau jadi bisnisman bu” kata yang lain datar.
 “ Bu, bu ana  ingin punya ruko tiga lantai : lantai pertama distro ana, lantai kedua kafe, lantai ketiga tempat tinggal ana” katanya dengan menggebu-gebu.
 Saya terkekeh-kekeh mendengar impian mereka. Tak mau kalah kelompok yang tak kalah pun ingin menyebutkan impian mereka
“Bu ana mau jadi pengemban dakwah punya istri solihah dan anak solih” kata salah satu anak, geger semua anak tertawa. Saya geleng-geleng kepala ini anak bercanda apa ya.
“Bu ana mau jadi professor” katanya sambil malu-malu, disertai ledekan temannya yang lain. Saya menganguk ta’zim, saya pun berdehem dan mulai bercerita. Tentang sebuah kisah yang saya harapkan mereka akan terinspirasi. Saya sudah targetkan hari itu saya harus bercerita , malamnya saya sudah searching tentang kisah inspiratif agar mereka termotivasi, ini saya dapatkan di web parentingnabawiyah.com
  Dalam Syiar Alam An-nubara, Imam Adz-adzhabi menceritakan kisah empat pemuda istimewa yaitu Abdullah bin Umar, Abdullah bin Zubair, Urwah bin Zubair, dan Mus’ab bin Zubair. Mereka tengah berkumpul di Hijir Ismail, setengah lingkaran yang ada di Ka’bah. Kemudian mereka duduk bersama, ini adalah pertemuan yang unik karena mereka membukanya dengan sebutan tawanam artinya “Berharaplah”, Ya ini  adalah majlis berharap, majlis harapan. Pertemuan dibuka dengan sebuah impian dari Abdullah bin Zubair  “Saya ingin kekhilafahan”. Anak muda ini ingin menjadi khalifah. Sejak muda berpikir cita-cita dan tanggung jawab besar. Umar bin Zubair berkata, “ Saya ingin menjadi tempat masyarakat ini mengambil ilmu” Keinginannya mulia menjadi seorang ulama, seorang ulama besar. Adapun Mus’ab bin Zubair “Saya ingin menjadi Amir Iraq dan menikahi Aisyah bin Tholhah, dan Sukainah binti Husain”. Lihatlah Mus’ab bercita dua hal sekaligus, menjadi pemimpin dan menikahi wanita sholihah yang cerdas dan cantik di zamannya. Terakhir sebuah asa disampaikan oleh Abdullah bin Umar “Aku ingin Allah mengampuniku” sebuah pinta yang sederhana namun sungguh bermakna mendalam.
Detik demi detik berganti, waktu pun  berlalu hijr ismail menjadi saksi cita-cita tulus yang mereka katakana ternyata Allah sampaikan pada takdirnya, Abdullah benar-benar menjadi Khalifah selam 9 tahun. Urwah sungguh menjadi ulama besar di Madinah, dan Mus’ab benar-benar menjadi pemimpin Iraq dan bisa menikahi dua wanita solihah yang sangat cerdas dan cantik. Keinginan yang belum bisa kita lihat adalah ketercapaian cita-cita Abdullah bin Umar, Apakah Allah mengampuni dosa Abdullah bin Umar? Wuallahu’alam.
Saya sampaikan pada murid-murid saya, bahwa generasi terdahulu pun sudah terbiasa untuk melakukan majlis harapan, mereka bercita-cita dan Allah kabulkan cita-cita mereka. Maka jangan khawatir, Beranilah bermimpi setinggi langit InsyaAllah Allah akan kabulkan segala impian dan cita-cita. Namun yang harus ditekankan Bedakan antara impian dan hayalan. Impian diiringi dengan kesungguhan  usaha yang tak kenal lelah, sementara impian tanpa usaha hanya akan menjadi hayalan saja. Belajar matematika adalah bagian dari usaha antum untuk mencapai impian-impian antum, misal jika antum ingin menjadi bisnisman tentu harus bisa matematika agar tidak dibodohi orang lain. Dan lucunya yang punya mimpi nyeletuk “ Abi ana bisnisman, tapi trigonometri ini ga ada, bu ga dipakai?” saya mengerutkan kening iya juga sih , “Mungkin iya, tapi dengan belajar trigonometri antum dapat melatih logika antum, sehingga berguna dalam menjalankan bisnis antum dimasa depan” jawab saya.
“Dan antum professor, sekalipun dunia mencemo’oh cita-cita kita maka teruslah berusaha menggapai cita-cita kita, dan senantiasa berdo’a Allah akan mengambulkan di masa depan, walaupun sekarang seolah tak mungkin, tapi hey tak ada yang tidak mungkin bagi Allah. Maka berusahalah tak kenal lelah, dan yang lain” sambil saya melihat mereka satu persatu “ tidak boleh menertawakan impian orang lain,hari ini kita bisa tertawa namun di masa depan kita bisa melongo karena ternyata dia betul jadi professor” terang saya.
Dan hari itu sungguh luar biasa bagi saya, entahlah murid saya paham atau tidak maksud saya. Pertemuan itu pun saya tutup “ Maka belajarlah matematika, berusahalah sungguh-sungguh. Jika hari ini kita belum memahami apapun, tak mengerti sedikit pun, maka teruslah belajar, suatu saat kita akan mengerti dan paham, belajarlah meskipun sulit, sungguh tidak ada ilmu yang sia-sia kecuali ilmu sihir”
Sebagai seorang guru baru saya menyadari banyak hal, kita tidak pernah tahu kata-kata kita yang mana yang akan menginspirasi murid kita,  bukan hak kita membolak-balikan hati mereka. Hanya Allah saja yang berhak, dan kita sebagai guru berusaha di daerah yang kita kuasai. Ini sudah lebih dari cukup.
Soal impian dan cita-cita, Allah yang Maha baik memberikan saya kesempatan untuk menjadi guru, cita-cita yang hampir pudar. InsyaAllah saya yakin di masa depan cita-cita murid saya pun akan tercapai. aamin


Komentar

  1. keren walaupun belom pernah diajar sama ibu ... kali" ngajar dikelompok yang satu kek Bu..

    BalasHapus
  2. Mantep bu... bikin novel aja bu

    BalasHapus
  3. Nangis bu baca cerita nya.. Motivasi masuk ITB semakin menjadi.. Makasih bu motivasi story nya..

    BalasHapus
  4. Bu masukin cerita pengalaman ibu waktu ngajar kelas 10

    BalasHapus

Posting Komentar

ayo, kasih komentar..

Postingan populer dari blog ini

Aku Ingin Memeluk Tuhan

'Mobil Syetan' Sang Raja Jalanan

Dari Aktuaria Sampai Teori Darwin