Pemikiran Batil dan Pemikiran Shahih


Berabad-abad lamanya, manusia telah ada di dunia mengisi kehidupan. Mereka saling berinteraksi dengan suatu peraturan tertentu membentuk koloni-koloni bernama masyarakat.  Masyarakat tumbuh dan memenuhi kebutuhan hidupnya. Mereka pun berusaha menyelesaikan problematika yang  muncul dari proses pemenuhan kebutuhan tersebut. Problematika yang ada dalam masyarakat yang membentuk peradaban sangat riskan untuk memunculkan adanya pertentangan dan  Konflik berdarah. Manusia membutuhkan dan berharap pada perdamaian.

Lama sekali, berbagai pemikiran sudah muncul dan hadir mengisi benak-benak manusia. Demi pencapaian keteraturan dan kedamaian, manusia membutuhkan aturan.  Adalah Karl marx, seorang pemikir sosial, filsuf, dan ideolog. Teori marx yang menyejarah,  ia memahami bahwa Sumber konflik utama dalam masyarakat adalah pemilikan pribadi, khususnya yang menyangkut alat-alat produksi seperti tanah, modal, dan mesin. Hal inilah yang menjadi sumber penindasan, pertentangan, bahkan peperangan. Kalau sumber konflik ini dihilangkan, masyarakat akan hidup dalam suasana harmonis yang abadi, yaitu masyarakat komunis. Masyarakat yang sama-rata atau masyarakat gigi dalam roda. Namun pada implikasinya, di semua negeri di mana ide-ide Marx diwujudkan peran negara justru bukan hanya membesar, tetapi menjadi dominan dan totaliter. Anehnya lagi, setelah dihapuskannya pemilikan pribadi terhadap alat-alat produksi, konflik dan pertentangan ternyata tidak “selesai” tetapi berubah bentuk dan menjadi sangat keras, yang harus diselesaikan lewat pembantaian, pengucilan, pembuangan, atau pemenjaraan massal1.  Sejarah mencatat  pada tahun 1917 M komunisme  telah bangkit hanya 7 dasawarsa dan tenggelam di tanah yang melahirkannya sebelum abad XX M.
           
            Sejarah juga mencatat Eropa telah diliputi kekuasaan otoriter kaum agamawan( kristen).  Pergolakan pun muncul, saat para ilmuan dikekang dan tak diberikan ruang. Akhirnya pada abad ke 18 M, para filosof Renaisans menegaskan kembali konsep sekulerisme (pemisahan agama dari masyarakat dan negara). Banyak filsuf besar yang berperan dalam transformasi konseptual ini, namun yang terpenting di antaranya adalah John Locke dan John Stuart Mill dari Inggris, serta Montesqiueu dari Prancis2. Dengan pemikiran-pemikiran inilah negara tidak hanya  dipandang sebagai institusi pengatur atau  pemaksa melainkan penjamin kebebasan individu. Melalui empat kebebasan yang mahsyur terdengar yakni kebebasan berpendapat,berkepemilikan, beragama, dan berperilaku. Institusi ini disebut-sebut sebagai negara demokrasi. Demokrasi dipandang sebagai sebuah sistem ideal yang lebih manusiawi dari paham marx. Namun dalam prakteknya, negara-negara penganut paham ini tak pernah se-ideal yang mereka kira. Amerika sendiri, negara yang darinya lahir demokrasi ini belum dan tak akan pernah menjadi contoh baik. Kecatatan yang disebabkan aturan yang dibuat oleh dari dan untuk rakyat nampak hingga saat ini. Kesejahteraan masyarakat menjadi impian saja karena institusi bergerak untuk mengambil manfaat bukan untuk menjadi pelayan rakyat.

            Banyak pakar penikmat demokrasi beranggapan bahwa demokrasi sedang dalam tahap penyempurnaan. Proses penyempurnaannya bisa lama, kadang beberapa generasi. Masyarakat diharuskan bersabar dan berperan serta dalam perwujudan negara demokrasi secara utuh. Pada faktanya, semenjak demokrasi-kapitalisme diterapkan di berbagai  negara sampai hari ini, tak menunjukan kejayaan dan kententraman. Meskipun dari segi teknologi mengalami kemajuan, namun di bidang lain mengalami kehancuran. Sistem kehidupan sekular ini menghasilkan tatanan ekonomi yang kapitalistik, perilaku politik yang opurtunistik, budaya hedonistik, kehidupan sosial yang egoistik dan individual, sikap beragama yang sinkretistik dan paradigma pendidikan yang matearilistik serta sisi kehidupan sekular lainnya4.

            Pemikiran-pemikiran yang melingkupi kedua sistem tersebut ternyata tak mampu mencapai kedamaian dan ketentraman hidup bermasyarakat. Pemikiran yang lahir dari manusia yang dijadikan sebagai peraturan sampai kapan pun tak akan bisa sampai tahap sempurna. Terbukti dari sosialis-komunis yang hanya bertahan sampai 7 dawarsa dan kapitalisme-demokrasi yang menunjukan detik-detik kehancurannya. Adalah pemikiran islam yang sempurna dengan institusinya telah berjaya lebih dari 13 abad lamanya. Islam sebagai dasar negara kokoh berdiri menciptakan kesejahteraan masyarakat.

Pemikiran islam dengan kedua asasnya yakni akal dan syariah telah berhasil menyelesaikan problematika masyarakat. Pemikiran islam yang komprehensif dan praktis mengatur semua aspek kehidupan manusia, seperti politik, sosial kemasyarakatan, perekonomian, kebudayaan, dan akhlak. Perkara-perkara baru baik pebuatan maupun benda dapat digali hukum-hukum syar’inya dari nash-nash syariat oleh para ulama. Keluasan pemikiran islam menjadikan tidak ada satu pun permasalahan yang tidak bisa diselesaikan oleh islam. Pemikiran islam pun bersifat manusiawi sesuai dengan fitrah manusia. Dengan Karakteristik inilah islam mampu unggul dibandingkan pemikiran manapun. Tentu saja, islam hanya akan terasa pengaruhnya jika diimplikasikan dan diterapkan  dalam kehidupan, karena islam adalah ideologi yakni way  of life.

Maka dari itulah, Tinggalkan pemikiran selain islam dan beralihlah hanya pada pemikiran islam. Karena hanya itulah satu-satunya jalan.

“Sesungguhnya agama yang diridhoi di sisi Allah hanyalah islam”. (TQS Ali imran :19)




1 di kutip dari tulisan andi malarange “Surga di Bumi, mungkinkah?”
2 di kutip dari tulisan andi malarange “Surga di Bumi, mungkinkah?”

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Aku Ingin Memeluk Tuhan

'Mobil Syetan' Sang Raja Jalanan

Dari Aktuaria Sampai Teori Darwin