Percayalah!
Seseorang pedagang yang setiap harinya harus
memanggul beban di pundaknya, berjalan
jauh tak terkira menelurusi setiap sudut desa, mengumpulkan receh demi receh
hanya untuk menghidupi istri dan 5 anaknya yang masih kecil-kecil. Terdengar
sesekali bunyi dentingan sendok yang bersentuhan dengan mangok berlogo ayam
jago.
“Teng..teng”. sesekali terdengar
bunyi dentingan sendok yang bersentuhan dengan mangok berlogo ayam jago.
“Cilok neng, cilok ..” Teriaknya
menawarkan, sambil sesekali tersenyum ramah.
Berlalu. Belum ada yang mau,
memang ini masih terlalu pagi. Tapi ia masih tetap percaya, bahwa akan ada rezeki
yang ia temui nanti. Hanya bekal bahwa Allah pasti menjamin dan memberikan
rezeki pada semua makhluk di muka bumi
ini, bahkan seekor binatang melata pun.
Ah, kalau saja di satu titik ia
mengeluh dan berputus asa melihat dunia. Dan tak ada kepercayaan bahwa
dagangannya akan laris meski satu saja. Kalau sajalah prasangka buruk saja yang
ada dalam dirinya. Maka lelah dan kesia-siaan yang ia dapat.
---
Ada lagi di suatu desa terpencil,
seorang guru muda tengah mengajari anak didiknya pelajaran matematika. Kelas
itu, kelas ala kadarnya. Seperti kandang kambing, dindingnya tersusun dari
papan-papan yang keropos dimakan zaman. Bingkai lukisan dan gambar hasil
karya murid-murid terjejer rapih
menutupi lubang-lubang dinding itu. Selain itu, terdapat pula papan tulis yang
telah usang terpaku rapih permanen. Beratapkan langit dan beralaskan bumi,
seperti itulah kata yang pantas untuk menggambarkan kelas itu. Beratapkan angit
karena beberapa genteng sudah tak ada diganti dengan plastik yang menampilkan
birunya langit. Beralaskan bumi, ya.. tak ada ubin hanya tanah merah yang sudah
keras. Bangkunya pun sangat biasa, terbuat dari kayu dan hanya ada 20 bangku.
Suasananya sangat cerah dan
ramah. Sang guru dengan kesabaran dan
keteguhannya, terus mengajari anak didiknya. Walau kadang ada yang berkali-kali bertanya tak
mengerti, ia tak marah tapi terus sabar menjelaskan sampai anak yang bertanya
manggut-manggut tanda mengerti.
Ah, lagi-lagi kalau saja di satu
titik sang guru tak percaya dan tak yakin bahwa muridnya akan memahami dan
mengerti mestilah ia sudah meninggalkan dunia mengajarnya. Kalau saja terbersit
dipikiran sang guru, bahwa anak didiknya bodoh, tak bisa memahami dan tak akan
menjadi seseorang di masa depan. Maka haruslah ia berhenti, tapi inilah yang
dinamakan percaya. Percaya, bahwa suatu saat usaha yang ia lakukan akan
berbuah.
----
Ada
pula di sisi lain kehidupan ini. Saat islam tak diterapkan di muka bumi.
Orang-orang mulai jauh dengan islam dan melakukan sesuatu sekehendak mereka
tanpa memikirkan apakah itu bertentangan
dengan hukum syara atau tidak. Sang pengemban dakwah yang melanjutkan risalah
kenabian tengah menyadarkan orang lain.
Ia dengan sabar, menghadapi mereka yang mulai bebal. Hanya dengan lisan,
membenturkan pemikiran mereka, dan menyentuh perasaan mereka, ia berusaha
menyadarkan mereka. Akhirnya, ada yang mulai tersadarkan. Namun yang disadarkan
masih belum sepenuhnya tersadarkan. Perangainya masih belum baik, ia masih
mood-moodan sekehendaknya. Mengkaji masih ogah-ogahan. Kadang ia berperilaku
seenaknya, merasa yang ia lakukan adalah kebenaran padahal menyakiti hati. Aku
yang gereget melihatnya pernah menyampaikan, “Sudahlah tingggal saja orang
seperti itu, ia tak mau berubah kerjaannya marah-marah”.
Yang di ajak malah menjawab:
”Justru itulah ujiannya, kesabaran
kitalah yang sedang Allah uji. Tak selamanya semua orang buruk, semakin kau
mengenalnya dan memahaminya kau akan temukan sisi baik dalam dirinya, dan kau
akan mengambil pelajaran darinya.”jelasnya
“Ah, tetap saja. ia sulit
berubah.” Timpalku
“Kalau saja, dulu saat aku
mengontaknya, tak ada kepercayaan bahwa ia akan berubah maka sudah aku
tinggalkan ia dari dulu. Namun, kita tak bisa menjustifikasi bahwa ia tak bisa
berubah. Kita mesti meyakini bahwa bagaimana pun bebalnya seseorang, islam akan
menyentuhnya. Karena Islam itu tinggi dan kuat. Pemahamannya mampu mengubah
seseorang. Kau hanya perlu percaya dan berusaha. Allah yang membolak-balikan
hati.” Katanya.
Aku hanya diam, ia kembali
melanjutkan.
“Kalau Rasulullah berfikir sama
seperti yang engkau pikir. Maka tak akan ada cahaya islam sampai padamu saat
ini. Kalau saja, Rasul berputus asa terhadap umatnya. Bahwa umatnya bebal , tak
mau berubah. Maka tak akan ada islam.” Jelasnya
“Optimis dan percaya itu penting.
Yakinlah bahwa Allah tak akan menyia-nyiakan hamba-Nya yang berusaha. Allah
hanya menilai usaha, seberapa besar kita mengusahakan perubahan itu. Kau
paham?” tanyanya.
Aku hanya diam mengalihkan
pandangan.
“Dengarlah, jika saja Ibumu dulu
tak percaya dan yakin bahwa engkau akan tumbuh menjadi anak yang sehat dan
cerdas. Maka kau akan disia-siakan, tak ada harapan lagi. Namun, sebandel
apapun kau waktu kecil, Ibumu akan berusaha mendidikmu dan mengajari banyak
hal. Kau tau kenapa? Karena kepercayaan
dan keyakinanlah yang ada di benak Ibumu. Ibumu yakin kau tumbuh menjadi anak
soleh kebanggaannya, kunci pembuka pintu syurga. “ paparnya.
----
Sederhana. Hidup itu
sederhana. Yakinlah dan berusahalah. Allah yang akan menentukan hasilnya. Untuk
para pejuang yang harus meyakini jalannya, teguhlah memegang kebenaran.
Percayalah bahwa dengan kekuatan islam, ia mampu memengaruhi dan merubah
mereka. Tak boleh berasumsi, jernihlah dalam berpikir. Percayalah!
Komentar
Posting Komentar
ayo, kasih komentar..