Futur dan Ukhuwah
Kawan
lama. Sebetapa sibuknya pun, aku selalu menyempatkan untuk sesekali bertemu
dengannya, walau sekedar say hello. Aku khawatir, jika hal kecil
ini saja tak dilakukan, lama-lama tali yang terpintal kuat itu putus juga. Ya, namanya ukhuwah. Ia seperti pisau yang jika dibiarkan tak diasah akan tumpul. Membina
rasa antar sesama itu memang butuh latihan. Tak bisa pertemuan pertama langsung mengerti dan memahami, butuh waktu dan butuh sering bertemu.
ukhuwah inilah yang akan mempermudah gerak langkah dakwah.
---
“Kawan, Jika aku meninggalkan jalan ini akankah kau masih bersikap sama seperti saat ini?”
Pertanyaannya memecah kesunyian, aku sontak
kaget mendengarnya . Tak menyadarinya, raut mukaku begitu terlihat bingung. Dia
hanya tersenyum, melihatku sekilas. Seperti tidak ada beban. Setelah itu ia memegang pena dan kembali menulis. Aku belum menjawab,
masih bingung dan berpikir keras. Haruskah aku menjawab pertanyaannya.
Menurutku, pertanyaan ini adalah pertanyaan yang terbodoh yang pernah ada.
Sebegitu mudahnya kah ia meninggalkan jalan ini? Apa sih yang ia pikirkan?
Sederet pertanyaan muncul di benakku tentang apa dan mengapa. Semudah itukah?
Orang-orang berguguran di jalan dakwah. Padahal jelas, aku tahu pasti bahwa
jalan ia memahami bahwa jalan kebenaranlah yang ia ambil hari ini. Otakku mulai mengolah dan mencerna makna dari
tiap kata pertanyaan tadi. Ingin rasanya sedikit berteriak dan memaki.
“Apa kau bilang? Kau ingin melepas jalan ini?
Kau tau, kau jelas tahu bahwa saat ini bukanlah kondisi yang ideal dimana
sistem islam belum diterapkan. Kapitalisme telah menjauhkan kaum muslimin dari
kuntum khairu ummah. Kau mau membiarkan hal itu? Sedang kau tahu tentang hal ini. Jalan ini adalah sebuah
kewajiban, yang jika kau tinggalkan maka berdosa. Kau sudah paham tentang itu,
Apa yang membuatmu seperti ini? Kau tahu Allah telah menjamin untuk menolong
sekaligus memelihara agama-Nya. Karena itu, siapa saja yang berputar bersama
islam dimana saja roda islam berputar, kalbu dan sekujur tubuhnya pun senantiasa
tegar dalam ketaatan kepada-Nya, ia pastidi beri pertolongan. Sebaliknya, siapa
saja yang berpaling dari jalan lurus ini, ia akan jauh dari kemenangan. Memang
jika kau meninggalkan jalan ini? Apa yang kau harapkan? Bukankah dunia ini hanya
sementara. Apa sebenarnya yang kau cari? Kesenangan dunia atau apa?” kataku
berapi-api, mukaku merah memadam saking kesal dan gregetnya.
Huaa.. kalimat ini tak benar-benar aku
lontarkan, ia masih terpendam dalam
pikiran dan hayalanku saja. Aku masih diam, dan pura-pura tidak
mendengar. Diam, sunyi lagi. Tak biasanya kami seperti ini, biasanya kami
sangat ramai saling bercerita dan berheboh-heboh ria. Dalam diam, akhirnya ku
putuskan untuk mulai menjawab. Masih dilanda kebingungan, ku beranikan diri untuk
berdehem tanda memulai percakapan.
ehem..ehem..
ehem..ehem..
“Memang
sikap seperti apakah yang kau harapkan dariku kawan, jika kau meninggalkan
jalan yang mulia ini?”kataku dengan nada sedikit bergetar. Ada sedikit baqa
disini, aku harus segera menahannya.
“Tak
ada.”katanya pendek sambil sibuk menulis.
“Apa
yang sedang kau risaukan?”tanyaku sambil menatapnya. ia diam tak menjawab.
“Mungkin
kau sedang lelah, akankah kau bercerita?”tanyaku kembali. dia masih sibuk
menulis sambil sesekali tersenyum.
“Aku
benar-benar bingung dengan pertanyaanmu. Sungguh, aku tak tahu bagaimana
sikapku padamu kelak, karena sampai
saat ini pun aku tak pernah membayangkan jika kau akan meninggalkan jalan
ini”kataku sambil meneteskan airmata.
----
Dalam menyemai rasa, kadang kita butuh suatu cara agar
nasihat itu tepat sampai padanya. Tanpa mencaci atau memaki tapi dengan lembut
menyapa, bicara dari hati ke hati. Bukan menyentak dan langsung menjustifikasi.
Kita memang perlu sedikit berempati, semua orang bisa mengalami hal ini. Merasa
jenuh dan berada di titik ke-futuran, karena lingkungan yang sarat dengan nilai
kapitalisme yang mau tak mau sedikit banyak mempengaruhi pemikiran. Berempati sama dengan mencoba ada pada
posisinya. Mengidentifikasi apa sebenarnya masalah yang melatarbelakangi
sehingga sampailah ia pada pikiran untuk mundur dari jalan dakwah ini. Menuduh
dan menggurui, boleh jadi jika ini dilakukan akan menambah keyakinannya untuk
semakin jauh dari jalan ini.
Kelak, tantangan yang dihadapi akan
semakin sulit dan boleh jadi akan banyak pula yang berguguran. Terbentur
dengan keadaan, mau bertahan dengan kebenaran atau melepasnya terserah kita. Namun
dalam ukhuwah, kita perlu menata diri. Jangan sampai ukhuwah ini begitu kering kerontang. Sempatkanlah
bertanya tentang kabar dirinya dan gerak dakwahnya. Jangan anggap bahwa orang
yang mengkaji berarti mereka kuat dan tak usah dipedulikan. Tapi
lagi-lagi inilah namanya ukhuwah, jagalah diri kita dan mereka. Tersenyumlah
untuk saudaramu, tunjukanlah wajah seceria mungkin ketika kau bertemu
dengannya. Dan berceritalah tentang perjuangan dakwah. Hal ini penting, agar kita sama-sama terpacu
untuk bergerak dan menjadikan dakwah sebagai poros hidup. Sehingga kita pun tak
akan sempat mengalami kefuturan atau bahkan sampai memikirkan meninggalkan dakwah, karena ini adalah jalan kita
dan poros hidup kita.
Setiap kebaikan adalah shadaqah. Dan termasuk kebaikan adalah jika engkau bertemu dengan wajah yang berseri-seri; dan jika engkau menuangkan air dari ember timbamu pada bejana saudaramu.(HR. Ahmad)
Komentar
Posting Komentar
ayo, kasih komentar..