Selamat Memasak !

Memasak adalah pekerjaan wanita. Sebenarnya tidak juga, saat ini malah didominasi oleh laki-laki. Lihatlah para chef, mereka memasak dengan lihainya. Berdiskusi dengan seorang kawan, saya bertanya mengapa chef itu kebanyakan laki-laki, bukannya memasak adalah pekerjaan wanita. Kawan saya menjawab "Lelaki itu lebih kuat, tenaganya diperlukan. Alat masak itu berat-berat." Saya pikir, ah gak juga. kan memasak tak perlu memanggul penggorengan, hanya perlu ditaro saja dan memulai memasak. kawan saya melanjutkan ceritanya " Lelaki itu lebih stabil dari wanita, kalau wanita selalu pakai perasaan, misal  saat mencipi makanan wanita akan menambah-nambah saat masakan dirasa kurang. Nah, laki-laki mereka memasak sesuai takaran" kening saya tiba-tiba mengerut, ah masa, tapi iya juga sih. Ada lagi seorang kawan menambahkan " Bisa pula dipengaruhi oleh hormon, wanita itu cenderung mood-moodan." Meski agak aneh menurut saya,  Saya terimalah hasil analisis kawan-kawan ini. 

Kita tidak akan membahas perbedaan laki-laki atau wanita. Bukan
masalah gender, tapi memasak. hehe. Ya, walaupun memang wanita dan laki-laki itu berbeda, tak masalah asal sesuai fitrahnya. karena Allah tak melihat mulianya seseorang dari laki-laki atau wanita tapi dari kataqwaannya. Wanita dengan kelembutannya dan sifat keibuannya. Dan laki-laki dengan  ketergaran dan kekuatannya. Semua saling melengkapi.

Oke, memasak. Hidup menjadi mahasiswa dan jauh dari rumah membuat saya semakin belajar arti hidup. Rumah adalah zona nyaman. Nyaman, makan diamasakin, baju dicuciin, piring mangkok sendok dicuciin juga, berantakan diberesin. Ah.. enak deh pokoknya, nyaman. Tinggal tidur dan belajar. Tapi setelah menjadi mahasiswa, semua dikerjakan sendiri. Mendadak jadi rajin. Agak keteteran juga sih, tapi lumayanlah lama-lama terbiasa melakukan semua sendiri. Yang paling sulit adalah adaptasi dengan makanan. Saya tidak terbiasa makan masakan selain masakan Ibu atau bibi. 

Tahun pertama tinggal di asrama susah juga. Kantin yang itu-itu saja, masakannya itu-itu saja. Mau pergi ke kantin yang lain, malas jalan. Jadi makan yang itu-itu saja. Satu tahun terlewati, tinggal di kosan. Ada fasilitas kompor, saya coba untuk memasak. Meski rasanya agak karu-karuan, tetap saya makan dengan hati yang tenang. Memasak juga perlu istiqomah, satu tahun pertama di kosan program memasak saya nyaris tak berhasil. Berhubung kuliah yang padat, tak sempat memasak. Paling ceplok telor, masak mie, goreng sosis. Ha? jadi itu yang disebut memasak. hehe. Evaluasi lagi. Harus ada resolusi baru ditahun 2013. Keahlian masak sudah mulai membaik. Diawal memasak, kehandalan saya hanya tumis buncis. Kesini-sini cobalah masakan yang lain.  Sambil telepon Ibu meminta resep masakan rumah, saya masak juga tuh. Manusia senang yang instan-instan, inilah akibat berpikir ala kapitalis. Berpikir pragmatis!(ini hanya selentingan biar pembaca berpikir.hoho) 

Masakan Ibu tidak pakai mecin. Nah loh masakan warung dipukul rata pakai mecin semua. Mecin tidak sehat kawan-kawan. Orang yang terbiasa pakai mecin, sekalinya gak pakai mecin masakan seperti hambar. Sekalipun masakan ibu tak pakai mecin, masakan ibu adalah masakan terenak sedunia. Tak percaya? main ke rumah saya! Ya, kata ibu kunci memasak adalah takaran dalam memasak. Bawang, tomat, cabenya pas tidak berlebih dan berkurang. Selain itu agar rasa tetap nikmat ada satu rahasia dalam masakan ibu. Tak pakai mecin tapi memberikan perpaduan antara gula dan garam. Semua orang protes tentang masakan saya yang selalu manis, ini kolek buncis atau sayur buncis. Helooo.. kadar manis seseorang itu berbeda-beda.  mungkin karena saya manis, hehe. Saya terbiasa dengan masakan yang memakai gula dan mereka terbiasa dengan mecin. Menurut saya takarannya sudah pas dan masakan saya masakan rumah banget. Enak dan lidah saya benget. 

Apapunlah ya tentang rasa, memasak adalah kepuasan tersendiri. Bagaimana pun rasanya, sang pembuat akan rela menghabiskan masakannya. Jerih payahnya akan terbayar dengan tak ada satupun masakan tersisa. Saya semakin merasa berdosa, karena saat sebelum kuliah sering sekai saya memrotes masakan, tak mau inilah tak mau itu dan tak mau menghabiskannya. Pilih-pilih. Astagfirullah. Dulu sebelum menjadi mahasiswa  saya tak suka sayur sawi. semenjak jadi mahasiswa saya belajar lebih menghargai makanan. Semua jadi suka dan mau tak mau dimakan.

Selain kepuasan tersendiri, memasak sendiri lebih terjamin kebersihan dan kehalalannya. Kita tahu bumbunya pakai apa, beracun atau tidaknya. Memasak itu pekerjaan wanita yang menyenangkan. Agak lama memang, tapi jika terbiasa kita akan belajar mengetahui takaran bumbu yang pas dan masakan kita dari waktu ke waktu makin enak. Kita akan semakin lihai dalam memvariasikan masakan.  Nah loh, wahai para wanita belajar memasak dari sekarang!  Sebelum jatah chef diambil semua sama laki-laki. hehe. Selamat memasak!!

Ibrahnya dari tulisan ini adalah silahkan temukan sendiri. ^_^

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Aku Ingin Memeluk Tuhan

'Mobil Syetan' Sang Raja Jalanan

Dari Aktuaria Sampai Teori Darwin