Alif Bertanya Soal Allah Ada Dimana

" Mbi ceu-ceu, Allah itu ada dimana?" tanya Alif polos.

Alif itu ponakan saya, lucu banget meski kadang bandel. Alif pinter banget, suka nanya yang aneh-aneh bikin mbinya pusing. Tahun lalu, sebelum ponakan saya dari sepupu lahir alias masih di dalam  kandungan, Alif pernah tanya, pertanyaannya bikin kita nyengir "Mbi-mbi  didalem perut mbi ami ada tempat duduknya ya buat dede bayi?" untung kakak saya bidan lansunglah dijelasin tentang rahim, kandungan dll. 

Resiko punya ponakan pinter, mbinya harus pinter dong. Nah saat si Alif nanya soal "Allah ada dimana?" kira-kira saya harus jawab apa. Nih jawaban saya

"Aa alif, Allah itu ada dimana-mana" jawab saya lembut.
"Oh berarti Allah ada diatas genteng dong mbi" kata alif spontan.
"emm alif, Allah itu ada dimana-mana" kata saya keukeuh. aduh mbinya kurang kreatif nih.
"Ah, Allah di langit ya mbi"celetuk Alif. saya diem ajalah ngangguk-nganguk.
"Mbi-mbi kalau Allah meninggal ga?" tanya alif sambil membenarkan posisi duduknya.
"Aa Alif, Allah itu kekal ga bisa meninggal. Gak kaya kita manusia pasti meninggal. nanti kita bakal ke akhirat di hisab, terus masuk neraka apa syurga, kalau alif suka berbuat baik ke syurga. Nah kalau suka jahat ke neraka. ih serem.. nereka itu panas isinya api semua" terang saya.
Setelah itu saya lupa Alif cerita apa lagi, yang saya inget dia lansung maen hape. -__-

Pertanyaan anak kecil kaya gini nih, yang kadang bikin agak puyeng. Jangan loh ya, kalau teman-teman punya sepupu atau ponakan pinter kaya gini pas nanya-nanya kita malah ga jawab apalagi ngebentak dia buat ga ngomong. Wah parah nih, padahal ponakan kita lagi cerdas-cerdasnya minta jawaban. Harus dijawab dong, kalau gak tau searching.

Kembali lagi ke topik, sebetulnya pertanyaan Alif tentang adanya Allah ini berkaitan banget dengan aqidah kita iya kan?  Perkara aqidah itu penting banget kita mesti mengetahui jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itu. Soal aqidah pun kita ga boleh  taqlid buta atau ngikut aja, tapi mesti melalui proses berpikir. Soalnya aqidah berkaitan dengan bagaimana kita menjalani kehidupan. Jangan tabu atau merasa risih saat ditanya perkara aqidah, misal  " Kenapa kamu percaya Allah itu Tuhan kita bukan yang lain?" atau "Kenapa kamu memilih islam?" dll.  Pertanyaan ini bukan menjadi tabu, tapi memang harus kita cari jawabannya bukan malah bilang "Pokoknya Allah itu tuhan kita titik, gak usah deh nanya kaya gitu pamali" Nah ini dia gawat namanya di doktrin.   Aqidah itu ga boleh di doktrin, ia harus melalui proses berpikir. Pertanyaan itu memancing kita untuk berpikir. dan kita mesti punya jawaban. Dan islam punya jawaban, tentunya jawabannya memuaskan akal, menentramkan hati dan sesuai dengan fitrah manusia.


Proses  Keimanan terhadap Sang Pencipta

Pernah bertemu dengan orang atheis? tidak percaya dengan keberadaan Tuhan. Serem ya kok ga percaya Tuhan padahal dikasih akal buat berpikir. Dulu,  saya pernah ketemu orang yang nyerempet-nyerempet atheis. Ia tanya tentang kenapa percaya keberadaan Tuhan? nanya aneh-aneh sampai nanya syurga itu kekal apa engga. Mari kita jawab soal kebenaran keberadaan Tuhan. Saya baca buku tentang ini di Islam mulai akar kedaunnya, penerbitnya BKIM IPB.

Segala sesuatu yang dapat terjangkau oleh akal terbagi dalam tiga unsur, yaitu manusia, alam dan kehidupan. Ketiga unsur itu bersifat terbatas dan lemah (tidak dapat berbuat sesuatu dengan dirinya sendiri). Misalnya manusia, ia merasa terbatas sifatnya karena tumbuh dan berkembang tergantung terhadap segala sesuatu yang lain, sampai suatu batas yang tidak dapat dilampauinnya lagi. Oleh karenanya jelaslah manusia bersifat terbatas.  Begitu pula halnya dengan kehidupan(nyawa), ia bersifat terbatas pula sebab penampakan/perwujudannya bersifat individual semata. Kehidupan itu ada lalu berhenti pada suatu individu saja. Dan inilah kehidupan yang bersifat terbatas. Adapun alam semesta, ia pun bersifat terbatas. Himpunan dari benda-benda terbatas bersifat terbatas pula.  Jadilah manusia, alam dan kehidupan bersifat terbatas.

Jika sesuatu itu terbatas, maka tidak boleh tidak mesti membutuhkan sesuatu yang lain yang bersifat tak terbatas.  Dan sesuatu yang lain inilah dinamakan Sang  Pencipta, Al khaliq yang menciptakan manusia, kehidupan dan alam semesta.

Dalam menentukan sifat Pencipta tentu saja ada tiga kemungkinan. pertama, Ia diciptakan oleh yang lain. Kemungkinan pertama ini tertolak, masa iya Tuhan diciptakan oleh yang lain. Berarti Ia bersifat terbatas pula, butuh sama yang lain yang mengadakannya. kedua, Ia menciptakan diri-Nya sendiri. Kemungkinan ini jelas salah, masa Ia menjadi Khaliq sekaligus makhluq. Jelas ini tak bisa diterima akal. ketiga, Ia bersifat azali, wajibul wujud, dan mutlak keberdaannya. dan inilah jawaban yang benar. Dialah Allah SWT.

Sesungguhnya kita yang punya akal dengan melihat  benda-benda di sekitar kita, mengamati segala apa yang disekeliling kita dan hubungannya, kita dapat memahami bahwa dibalik benda-benda itu ada Sang Pencipta. Oleh karenanya untuk membuktikan kebenaran Sang Khaliq cukup dengan mengamati sesuatu yang ada di alam semesta , kehidupan dan didalam diri manusia

"Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda (ayat) bagi orang yang berakal" (Ali Imran :190)

Batas akal dalam memahami Al-khaliq

Jika ada anak kecil yang bertanya tentang "Kaya gimana sih Allah itu?". Nah ini dia, meskipun kita memahami Al-khaliq dengan akal kita, akal  kita hanya bisa menjangkau/ memahami perkara alam, manusia, kehidupan. Akal tidak bisa menjangkau lebih dari itu, dalam artian akal kita tidak akan mampu memahami Dzat Allah dan hakikat-Nya. Dan ini mustahil terjadi, sebab diluar jangkauan akal. Jadi kalau alif tanya tentang Allah itu laki-laki atau perempuan, kita tak bisa menjawab karena ini diluar jangkauan akal manusia. Kita percaya keberadaan Allah bukan berarti harus memahami dzat Allah. Inilah keterbatasan kita. Jusrtu kalau kita membayangkan dzat Allah akan bahaya. jadi mengira-ngira, menambah-nambah. Ini dapat menjerumuskan pada kekufuraan dan kesesatan.

Sesungguhnya apabila iman kepada Allah  muncul dari akal dan perasaan mengatakan adanya Allah akan timbul keimanan yang kokoh, yang akan memberikan suatu pemahaman yang sempurna serta perasaan yang yakin atas semua sifat-sifat ketuhanan. Dengan sendirinya hal ini akan meyakinkan diri kita bahwa kita tak sanggup memahami Dzat Allah, justru karena kuatnya iman kita kepada Allah.


-------------------------
Cukup disini ya, pembahasan tentang iman kepada Allah. Ayo dipikirkan lagi tentang kehidupan ini, nanti-nanti saya mau bahas tentang uqdatul qubra. yaitu tentang darimana kita, ngapain kita di dunia, dan setelah di dunia ada apa. Coba deh, pembaca tanya pada diri sendiri. Nanti kasih tau saya ya jawabannya.
Kalau mau diskusi sama saya boleh

Fb : Felycitia Iradati Yusrina
Twitter : @felycitia
WA: 0856-5949-2019

Semoga bermanfaat :D

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Aku Ingin Memeluk Tuhan

'Mobil Syetan' Sang Raja Jalanan

Dari Aktuaria Sampai Teori Darwin