Pemberdayaan yang Tidak Memberdayakan
Dibalik Fakta Perempuan Bekerja ,
Perempuan diberdayakan
Ramai fenomena kaum perempuan bekerja. Himpitan
ekonomi ialah alasan terdorongnya perempuan untuk ikut andil dalam mencari
nafkah demi kebutuhan perutnya. Dari total 112 juta jumlah pekerja di Indonesia
(BPS 2012), saat ini ada 43 juta pekerja perempuan yang membantu pertumbuhan
perekonomian Indonesia. Artinya, jumlah pekerja perempuan hampir sama dengan
laki-laki. Sekian banyak
perempuan menempuh perjalanan ribuan mil dan meninggalkan keluarganya menjadi
pekerja migran yang rentan perlakuan tak manusiawi.
Sekitar 39,8 juta perempuan yang menjadi buruh dan 4,2 juta yang menjadi
(TKW).
Sedih nian, karena
kemiskinan dan kesulitan hidup para Ibu terpaksa keluar rumah untuk membantu
suami mencari nafkah. Ada pula Ibu yang terpaksa harus mencari nafkah sendiri
karena suami atau keluarganya melepaskan tanggung jawab untuk menafkahinya.
Mereka terpaksa harus meninggalkan rumah dan anak-anak mereka beratus-ratus
kilometer atau bahkan bertahun-tahun untuk sekedar mengejar kebutuhan perut.
Keterpaksaan ini bukan tiada akhir, tapi malah disokong dengan berbagai
regulasi yang ada. Nama pahlawan devisa disematkan pada para TKI dan TKW yang mengadu nasib di rantau orang. Mereka
dianggap pahlawan penolong perekonomian bangsa karena mereka bisa menghasilkan
uang sendiri dan imbasnya mendongkrak pendapatan perkapita negara. Regulasi yang lahir dari sistem kapitalisme
inilah yang membebankan perekonomian bangsa pada kaum perempuan.
Disisi lain, ditengah-tengah masyarakat dikembangkan opini tentang sosok
perempuan sukses. Yakni mereka adalah perempuan yang memiliki usaha dan tidak
bergantung pada suami, bukan seorang ibu yang mampu mencetak anak-anaknya menjadi
generasi yang berakhlak mulia. Artinya, opini yang tumbuh ditengah masyarakat
telah menghilangkan fitrah seorang Ibu yang seharusnya berada di rumah untuk
mendidik anak-anaknya.
Opini yang berkembang
tentu tak muncul tiba-tiba, ini adalah grand design sistem kapitalisme untuk
mengalih fungsikan peran Ibu sebagai pencetak dan pendidik generasi menjadi pengendali ekonomi keluarga dan bangsa. Gagasan
Kapitalismelah yang menganggap kerugian ekonomi jika perempuan “hanya” tinggal
di rumah bersama anak-anaknya. Ini adalah eksploitasi perempuan dibidang
finansial. [t1] Berbagai kebijakan
yang lahir untuk semakin mengaruskan opini ini diantaranya Peningkatan
Produktivitas Ekonomi Perempuan(PPEP), pembentukan model desa prima (perempuan
indonesia maju mandiri), program Peningkatan Peranan Wanita menuju Keluarga
Sehat dan Sejahtera.[t2]
Islam Memberantas dan Mencegah Eksploitasi Perempuan
Dalam Sistem Islam,
perempuan tidak pernah mengalami diskriminasi dan eksploitasi. Adanya jaminan
syariah islam memastikan perempuan terpenuhi segala kebutuhan hidupnya. Islam
memfasilitasi eksistensi perempuan tanpa mengekploitasi dirinya.
Berbanding terbalik
dengan Kapitalisme-Demokrasi sebagai Ideologi rusak buatan akal manusia yang
lemah, ide ini memandang perempuan sebagai satuan sistem yang harus memberi
kontribusi kepada pendapatan ekonomi meski dengan cara menghinakan perempuan
itu sendiri. Sistem Kapitalisme yang
dianut negeri-negeri muslim termasuk Indonesia telah menjadikan perempuan
meninggalkan fungsi utamanya sebagai ummu
wa rabbah bayt atau Ibu dan pengatur rumah tangga. Para Ibu terpaksa berbondong-bondong
meninggalkan anak-anak mereka untuk memenuhi
kebutuhan keluarga. Karena sistem
kapitalis telah membuka sebesar-besarnya lapangan pekerjaan perempuan dengan
dalih pemberdayaan perempuan. Sedangkan, kapitalis telah telah gagal menciptkan
lapangan pekerjaan yang memadai bagi laki-laki untuk mengangkat keluarga mereka
keluar dari kemiskinan.
Perbedaan pandangan
antara islam dan kapitalisme inilah yang menjadi sangat nyata. Islam memandang perempuan dengan tepat dan
mendudukannya pada posisi yang mulia. Yakni sabagai Ibu dan Pengatur rumah
tangga. Ini adalah posisi yang sangat strategis. Sebab masa depan generasi dan
sebuah bangsa sangat ditentutakan oleh posisi ini. Maka proses pendidikan pada
anak yang dilakukan oleh kaum Ibu menjadi kunci utama tinggi peradaban sebuah
bangsa.
Dengan peran yang
diembannya sebagai Ibu, perempuan mestinya mendapatkan perlindungan dan jaminan
untuk menjalankan peran tersebut sebaik-baiknya. Nafkahnya di tanggung,
pendidikan berkualitas, kesehatan juga terjamin. Bukan sebaliknya di paksa
menelan propaganda peran ganda, di rumah sebagai istri dan Ibu, di luar rumah
sebagai pekerja.
Islam menetapkan kewajiban
mencari nafkah dibebankan kepada kaum laki-laki. Peran ini diberikan sesuai
dengan fisik dan tanggung jawab yang diberikan Allah kepada laki-laki. Di lain
pihak, islam mengatur bagaimana negara memberikan jaminan terhadap terpenuhinya
semua kebutuhan pokok rakyatnya. Islam menyerahkan tugas ini bukan pada pundak
Individu atau sebagian orang apalagi Ibu. Islam mengentaskan kemiskinan melalui
distribusi kekayaan yang dibebankan pada negara untuk mengaturnya. Dengan
demikian, Ibu-ibu tak perlu bersusah payah menghidupi dirinya menghabiskan
waktu sekian banyak diluar rumah. Namun demikian, perempuan tetap boleh bekerja/
berkarya dan memainkan peranan lain dalam masyarakat, menjadi dokter, guru,
dll. Hanya saja perempuan tidak diwajibkan untuk membelanjakan uangnya untuk
keluarga. Disini jelas, kalaupun perempuan bekerja, maka pekerjaannya jauh dari
kondisi penindasan dan eksploitasi.
Fakta bahwa banyak
perempuan yang berkubang dalam kehinaan dan ekploitasi adalah buah dari
penerapan sistem kapitalis demokrasi. Maka solusinya hanyalah islam. Islam yang dapat memuliakan perempuan. Islam yang
tegak dibawah naungan khilafah Rasyidah saja yang dapat mengembalikan fungsi
dan peran strategis perempuan. Maka para perempuan, mari berjuang untuk
menegakkan islam dan mencapakkan demokrasi kapitalisme.
Komentar
Posting Komentar
ayo, kasih komentar..