Debu yang Menempel di Kereta

Bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah kami berikan kepadanya ayat-ayat Kami (pengetahuan tentang isi Al-kitab) kemudian melepaskan diri dari ayat-ayat itu, lalu dia diikuti oleh setan( sampai dia tergoda). Jadilah dia setelah itu orang-orang yang sesat. Kalau kami menghendaki sesungguhnya Kami pasti akan meninggikan(derajat)-nya dengan ayat-ayat itu. Akan tetapi, dia cenderung pada dunia dan menuruti hawa nafsunya yang rendah. Perumpamaannya adalah seperti anjing, jika kamu menghalaunya, mengulurkan lidahnya juga. Demikianlah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Karena itu, ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berpikir. (QS. Al-araf 175)



Berliku dan tajam. Begitulah adanya perjalanan dakwah. Tantangan, halangan dan rintangan akan selalu ada untuk menguji seberapa pantas ia ada di jalan mulia ini. Tak sedikit yang berguguran dengan berbagai alasan misal berbenturan dengan kepentingan, tidak kuat dengan cobaan dan sebagainya. Sering miris sendiri, melihat seseorang yang punya potensi luar biasa tapi akhirnya berhenti ditengah jalan. Sesal dan sedih, itulah yang dirasakan. Sudah diberi nasihat dan diingatkan, teguhlah ia pada pendiriaanya. Sampai diri ini bertanya, hidup ini mencari apa? Bukankah Sudah jelas sesuatu yang mestinya diperjuangkan hanyalah islam. Sungguhnya, mullianya diri ini hanyalah dengan islam. Tanpa islam, kita yang butiran debu yang terhempas di jalanan. Nempel kesana-kemari tanpa kejelasan.
Ya Allah jadikanlah kami orang senantiasa ikhlas dan istiqomah, itulah do’a yang mesti kita panjatkan. Jangan sampai Allah mencabut keistiqomahan pada diri kita. Allah-lah yang Maha berkehendak maka berdo’alah.

Teringat perbincangan dengan seorang kakak, mereka yang berhenti dari jalan dakwah ini adalah cambukan bagi kita untuk ingat kembali tentang arti keistiqomahan. Mungkin iya, mereka telah pergi dari dakwah poros hidup. Sekarang, pertanyaannya ada pada kita yang alhamdulillah masih berada di jalan ini. Sudahkah kita istiqomah menjadikan dakwah adalah poros hidup? Jangan-jangan hanya klaim kita saja. Ya..ya, mungkin kita ada dibarisan dakwah ini tapi bisa saja posisi kita telah tergantikan. Maka berbenah dirilah yang mesti kita lakukan, sudahkah kita optimal dalam dakwah ini dengan kesadaran penuh? atau kita hanya melakukan aktivitas rutinan dan bekerja ala kadarnya? Mungkin kita sudah tak lagi seperti awal pertama mengenal islam, yang semangat dan berjuang dengan keras untuk dakwah. Mungkin posisi kita telah tergantikan. Sekali lagi, berbenahlah luruskan niat dan kembali berpikir serius.
Khilafah yang kedua sungguh akan tegak sama keadaannya seperti khilafah yang pertama. Orang-orang yang berjuang menegakkan daulah pertama adalah Rasulullah dan para sahabat yang memiliki kapasitas yang luar biasa. Sudahkah kapasitas kita sama dengan para sahabat? Para sahabat yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya, yang senantiasa dekat dengan Rabb-nya, yang senantiasa tak kenal lelah perjuangannya, dan mereka yang memiliki ketinggan berpikir. Jika kita menimbang-nimbang, rasanya jauh sekali diri ini dengan para sahabat apalagi Rasulullah. Ya, seperti menyentuh langit. Bukan hal yang mustahil kita bisa setaraf para sahabat, tinggal kesungguhan kita mengusahakannya.

Berjuang menegakkan khilafah itu ibarat naik kereta. Kereta pasti punya tujuan. Pertanyaannya kita jadi apa dalam kereta itu? Rodakah? Masiniskah? Kursi? Jendela? Atau cuman debu yang nempel di jendela kereta. Sampai sih sampai tujuan, tapi mau kalau cuman jadi debu?

Ah, ini tamparan keras bagi saya.
Semoga Allah menjadikan kita pejuang yang ikhlas dan istiqomah.
Saling mengingatkan ya teman (: teman seperjuangan.



Komentar

Posting Komentar

ayo, kasih komentar..

Postingan populer dari blog ini

Aku Ingin Memeluk Tuhan

'Mobil Syetan' Sang Raja Jalanan

Dari Aktuaria Sampai Teori Darwin