Biang Lahirnya Pemimpin Tak Ideal


Tahun 2014 menjadi tahun  kembalinya pesta demokrasi. Mereka yang berminat untuk meraih tampuk kekuasaan segera berlomba-lomba  bermanis muka demi meraih suara rakyat. Suara rakyat adalah suara tuhan, katanya. Ya, suara yang mudah dibeli dengan materi dan sedikit blusukan negeri. Rakyat mestinya sadar bahwa tipuan ini begitu basi. Awalnya mereka berteriak-teriak tentang kesejahteraan rakyat dan  bersikap merakyat. Mengumpulkan receh demi receh simpati rakyat. Lalu setelah mereka menang, mereka lupa dan meninggalkan janji kosong. Hal ini menjadi realita yang membuktikan betapa lucunya negeri ini. Ada pula rakyat yang sudah sadar bahwa calon mereka bukan pilihan tapi kebanyakan berkata tak ada pilihan. lalu menggunakan kaidah daripada, ya pilih saja daripada tidak ada sama sekali. Maka pemimpin yang diharapkan pun hanya tinggal impian. 

Berhasil membius rakyat tentu tak murah,butuh modal besar. Selain rakyat butuh diiming-iming sejumlah asesoris berupa kaus,topi, bendera dan seamplop materi, mereka butuh kampanye besar-besaran agar keterkenalan mereka begitu terasa. Sepanduk yang bertebaran dimana-mana. Belum lagi iklan di tipi berharga ratusan juta. Sistem demokrasi yang mahal membuat mereka mau tak mau melakukan hal ini. Demi rakyat atau demi ketercapaian diri meraih kekuasaan? Modal besar ini jelas saja tak bisa ditanggung sendiri atau partai sekalipun.  Bukan sekedar recehan tapi miliyaran bahkan triliunan.    Bisa cekaklah mereka. Mereka butuh pemilik modal yang menyumbangkan dananya. Dan dalam dunia demokrasi tak pernah ada yang gratis. Para pemilik modal jelas tak pernah dengan ikhlas memberikan modalnya, cukup hanya dengan imbalan kebijakan yang pro pemilik modal barulah mereka lega berada dititik aman untuk terus mengeruk sumber daya dalam negeri.     Deal, kesepakatan pun tercapai.  Setelah sang penyeru kesejahteraan semu naik ke tampuk kekuasaan, yang dipikirkan jelas balik modal dan pesanan sang tuan segera dipenuhi.  Kerancuan kepimilikan dalam kapitalisme-demokrasi menjadi sarana terbaik untuk menjual aset negeri. Pesanan pun terpenuhi. Melalui legalisasi perundang-undangan mereka dengan bebas menguasai. Lihatlah negeri ini,  aset menyangkut hajat hidup orang banyak malah diprivatisasi swasta. Harusnya dikelola oleh negara dan hasilnya dinikmati rakyat malah diberikan pada perusahaan yang notabene menginginkan keuntungan sebesar-besarnya. Cek freeport, blok mahakam, natuna dan sebagainya.  Akhirnya rakyat semakin terjepit dan koar-koar kesejahteraan yang diharapkan itu ibarat tong kosong nyaring bunyinya. 

Penguasa sibuk mencari keuntungan ditengah rakyat yang semakin buntung. Rakyat memeras keringat  dengan membayar pajak. Demi pembangunan nasional, katanya. Tapi disisi lain, negara dengan murah menjual aset dalam negeri. Kerancuan berpikir atau kesalahan logika? Jelas ini nyata. Selain itu, korupsi merajalela mau tak mau sistem membuat mereka terjebak dalam lingkaran setan. Fakta sudah membuktikan  betapa banyak pejabat-pejabat yang tersandung kasus korupsi. Memang demokrasi sistem korup yang menyengsarakan.

 Sebenarnya banyak sebab hal ini  terjadi dan sebab yang pasti adalah karena  sistem ini membuka lebar-lebar keran korupsi. Mereka butuh balik modal dan cara praktis adalah mengambil uang rakyat dan mencoba memark up anggaran. Diperkuat lagi dengan sistem persanksian yang lemah tak memberi efect sama sekali.  Orang dengan tanpa takut lagi berani korupsi karena tau penjara hanyalah bualan yang biasa dibeli. Belum lagi sistem pendidikan yang berbasis sekular salah satu pembentuk pemimpin yang  tak lagi menimbang halal dan haram. Tabrak lari. Ketaqwaan individu(baca : taqwa mematuhi perintah Allah dan menjauhi semua larangannya) sebagai benteng terakhir pun runtuh.

Heran? Mengapa  semua saling berhubungan? Semua bermuara pada satu titik yang sama. Kapitalisme-demokrasi. Pemimpin yang ideal pun bak cerita di negeri dongeng. Karena hari ini kita melihat dan merasakan bahwa pemimpin tak pernah ideal dalam sistem ini. Betapa banyak pemimpin yang korupsi, kolusi , nepotisme, mementingkan diri sendiri, menjual aset negeri dan mengidap krisis moral yang terlahir dari sistem ini.  

Tidak semua! tidak semua dari mereka begitu busuk. Ya tepat sekali. Masih ada sebagian kecil dari mereka yang bersih dan peduli terhadap nasib rakyat. Namun orang yang sedikit ini, bagaimana pun murninya mereka jika masuk kedalam sistem akan  langsung terlumat habis. Jika mereka bukan korban makan  mereka akan dikorbankan.

Berpikirlah jernih. Kesejahteraan rakyat dan pemimpin yang didamba hanya akan ada dengan penerapan islam secara sempurna. Islam yang tak hanya sekedar ritual ibadah semata namun sebuah sistem kehidupan. Sistem kehidupan yang mencakup darinya sistem pemerintahan, ekonomi, politik dan sosial yang berbasis islam. Lantas apa yang harus kita lakukan? Jelas mencapakkan demokrasi-kapitalisme yang bobrok dan segera beralih berjuang dengan metode rasulullah untuk menegakkan syariat islam dalam bingkai Khilafah Islamiyah.

Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kalian kepada Islam secara kaffah (menyeluruh), dan janganlah kalian mengikuti jejak-jejak syaithan karena sesungguhnya syaithan adalah musuh besar bagi kalian.” [Al-Baqarah : 208]



*Semoga bermanfaat !! kebenaran datang dari Allah dan kesalahan datang dari ilmu saya yang kurang. Semoga Allah memaafkan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Aku Ingin Memeluk Tuhan

'Mobil Syetan' Sang Raja Jalanan

Dari Aktuaria Sampai Teori Darwin